Di tangan Barata Sena, tidak ada kayu yang jelek. Kayu jati bukan kayu yang terbaik lantaran semua kayu memiliki potensi yang luar biasa jika diolah dengan baik. Pria lulusan ISI jurusan Kriya Seni ini sudah puluhan tahun mengenal jenis kayu. Tangan dinginnya menyulap kayu menjadi kerajinan yang bernilai tinggi.
Pria kelahiran Solo 22 Maret 1969 ini sudah memiliki ratusan karya dengan bahan baku kayu. Karya-karyanya mulai dari kriya, fine art, dan furniture lahir bukan dari bahan baku kayu jati. Barata juga tidak alergi dengan kayu retak, pecah, dan kayu rusak karena dimakan rayap.
Sebaliknya, ia justru memanfaatkan kekurangan kayunya menjadi karya yang menawan, indah, dan mengejutkan.
Karya-karya Barata memang berada di luar “pakem” karya furniture pada umumnya. Tidak hanya terpaku pada bentuk furniture. Tahun 2011 misalnya, ia menggelar pameran Jalan Kayu di Balai Soedjatmoko, Surakarta, yang menampilkan karya-karya fashion berbahan baku kayu; pakaian dalam wanita, tanktop, selendang, kebaya, rompi, baju, hingga sepatu.
Barata mendekonstruksi lemari, meja, kursi, dan bufet sehingga menemukan bentuknya yang baru. Beberapa memang kehilangan fungsi, namun sebagian yang lain tetap berfungsi sebagai layaknya benda furniture.
Lemari-lemari berdiri miring dengan dua kaki, sementara dua kaki lainnya berjarak dengan lantai. Namun papan rak dalam lemari tetap sejajar lurus dengan lantai sehingga tetap berfungsi sebagai mana rak.