Pemerintah Kota Surakarta
Memperluas Cakupan JKN-KIS
  November 25, 2017 17:33

Pemerintah Kota Surakarta memperluas cakupan kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dengan menyasar warga rentan miskin. Perluasan cakupan tersebut merupakan salah satu strategi penanggulangan kemiskinan yang diterapkan Pemerintah Kota Surakarta.  Menurut Wali Kota FX. Hadi Rudyatmo, pemerintah tidak ingin warga yang belum masuk dalam kategori miskin, namun sesungguhnya tidak terlalu mampu justru akan terperosok ke lubang kemiskinan jika tidak dibantu.

“Salah satunya adalah dengan memberikan jaminan kesehatan kepada warga rentan miskin ini. Kita kan punya SK Gakin yang berisi data-data warga miskin yang memuat by name by address, yang urusan jaminan kesehatan untuk mereka ini sudah beres dengan menjadi peserta JKN-KIS. Sekarang yang harus mendapat perhatian adalah warga rentan miskin, yang sewaktu-waktu bisa jatuh miskin,” ujarnya.

Semula warga rentan miskin ini diberi fasilitas subsidi pengobatan oleh Pemerintah Kota Surakarta melalui program Bantuan Kesehatan Masyarakat Kota Surakarta (BKMKS). Pagu subsidi kesehatan yang diberikan ketika penerima program BKMKS ini dirawat di rumah sakit hanya Rp 5 juta per orang. Menurut wali kota, bantuan tersebut dinilai belum memberikan rasa nyaman bagi warga rentan miskin karena pada praktiknya, biaya pengobatan lebih besar dari bantuan yang disediakan.

“JKN-KIS itu kan ibarat payung yang disediakan sebelum hujan, jadi untuk berjaga-jaga kalau sampai harus dirawat di rumah sakit sudah ada yang menjamin pembiayaannya. Tidak ada orang yang berharap sakit tapi dengan adanya kartu JKN-KIS orang jadi merasa ayem karena biaya pengobatannya sudah dijamin pemerintah,” kata Wali Kota Rudyatmo.

Peraturan Wali Kota (Perwali) yang mengatur jaminan kesehatan bagi warga rentan miskin ini sudah ditekan Wali Kota Rudyatmo per 1 Oktober lalu. Salah satu pertimbangan yang menjadi alasan dikeluarkannya Perwali No. 21.A Tahun 2017 tersebut, disebutkan jika selain penduduk miskin yang telah terdaftar dalam data penduduk miskin Kota Surakarta, masih ada penduduk Kota Surakarta yang tidak mampu membiayai jaminan kesehatannya. “Mereka ini butuh intervensi pemerintah  untuk memberikan jaminan kesehatan,”kata wali kota.

Dengan memberi jaminan kesehatan melalui JKN-KIS yang iurannya dibiayai dana dari APBD, diharapkan warga rentan miskin dapat fokus bekerja memperbaiki taraf kesejahteraanya.  Dalam catatan Dinas Kesehatan Kota Surakarta, terhitung pada bulan November 2017 208.377 ribu warga Kota Surakarta telah mendapatkan jaminan kesehatan melalui JKN-KIS. Sumber pendanaan untuk membiayai iuran kepesertaan mereka dari pemerintah alias JKN PBI. “Sebagian dibayar melalui APBN, APBD-Provinsi dan sebagian lagi dari APBD Kota Surakarta,” kata Sekretaris Dinas Kesehatan Kota Surakarta, Purwanti.

Kepala UPT Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Surakarta menyebutkan sebagian peserta JKN-PBI atau pemilik kartu KIS yang berasal dari keluarga miskin dan sangat miskin iurannya dibiayai pemerintah pusat. Jumlahnya mencapai 159. 288 jiwa. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah turut andil mengalokasi anggaran untuk menanggung iuran JKN-KIS dari kelompok warga miskin dan sangat miskin ini sebanyak 1.704 jiwa.  “Pemerintah Kota Surakarta melalui APBD mengalokasikan iuran untuk pembayaran JKN-KIS, bagi 18.083 KK atau 47.385 jiwa. Ada yang berasal dari keluarga miskin dan sangat miskin, ada juga yang berasal dari rentan miskin atau istilah dalam Perwali keluarga tidak mampu,” kata dia.

Wali Kota Rudyatmo mengatakan perluasan cakupan kepesertaan JKN-KIS itu merupakan upaya yang dilakukannya untuk mewujudkan masyarakat yang waras, wasis, wareg dan mapan papan (3WMP). Menurut dia, saat ini dalam perhitungannya warga Kota Surakarta yang belum mendapatkan perlindungan kesehatan tinggal 15 persen. Dia menargetkan 100 persen warga Kota Surakarta memperoleh jaminan kesehatan baik secara mandiri, dibiayai perusahaan karena yang bersangkutan pekerja atau melalui PBI yang dibayar pemerintah. “Dari segi anggaran sudah dihitung dan mencukupi untuk membayar iuran JKN-KIS bagi warga rentan miskin,” ujarnya.

Anggaran untuk membiayai perluasan cakupan kepesertaan JKN-KIS, kata Rudyatmo, berasal dari pengalihan program BKMKS dan program Raskinda (beras untuk warga miskin daerah). Wali kota menyebut besarannya mencapai Rp 23 miliar. Dengan iuran sebesar Rp 25.500, anggaran sebesar itu diperkirakan bisa dipergunakan untuk membayar iuran sekitar 75 ribu orang setiap tahunnya. “Saya rasa cukup untuk membayar iuran JKN PBI bagi warga rentan miskin atau warga tidak mampu,” kata wali kota.

Kebijakan Pemerintah Kota Surakarta yang hendak memperluas cakupan kepesertaan JKN diapresiasi dosen Fakultas Kedokteran UNS, Tonang Dwi Ardyanto. Menurut Tonang, secara regulasi, langkah Wali Kota Surakarta tersebut sudah tepat karena sesuai dengan Peraturan Presiden No 19 Tahun 2016 yang mewajibkan untuk mendaftarkan seluruh warganya yang belum menjadi peserta JKN menjadi peserta JKN PBI. “Langkah walikota untuk menghapus BKMKS dan mendaftarkan warga Solo khususnya yang rentan miskin ini sudah benar dan tepat sesuai dengan regulasi yang ada,” ujarnya.

Menurut Tonang, berdasarkan road map JKN sebenarnya pada tahun 2017 ini sudah tidak ada lagi pemerintahan daerah yang mengguna skema Jamkesda dalam memberikan perlindungan kesehatan warganya. Dia mengatakan, Jamkesda dengan berbagai varian nama di berbagai daerah itu seharusnya melebur dalam skema JKN. Namun diakui Tonang, banyak daerah yang enggan karena berbagai alasan, termasuk alasan termasuk alasan politis.

“Dengan konsep ditanggung pemerintah daerah, kesannya menjadi seksi. Alasan lain Pemda mempertahankan konsep Jamkesda agar bisa mengendalikan anggaran karena biasanya Jamkesda menggunakan pola fee for service atau hanya berdasarkan jumlah plafon tertentu yang membuat alokasi anggarannya tidak akan terserap 100 persen sehingga ada sisa anggaran yang masuk ke SILPA. Artinya jika Pemerintah Kota Surakarta akan menanggalkan BKMKS beralihkan ke JKN, ini sebuah kemajuan,” kata Tonang.

Tonang menilai bagi masyarakat, pengalihan program BKMKS menjadi JKN-KIS juga sangat menguntungkan. Pasalnya, jika dengan program BKMKS, biaya kesehatan warga dibatasi pada plafon tertentu. Sementara dengan JKN-KIS, cakupan manfaatnya lebih luas. Sekali lagi, kebijakan itu sudah benar. Kalau ada warga yang keberatan dengan pelayanan JKN kelas III dan karena merasa mampu, silakan mendaftar ke kelas di atasnya, tapi tentu membayar iuran sendiri karena JKN PBI itu memang untuk kelas III,” tambah Wakil Direktur RS UNS ini.

Tonang bahkan berharap kebijakan Wali Kota Surakarta ini ditiru kepala daerah yang lain. Sebab, menurutnya, dalam perhitungan jangka panjang keikutsertaan dalam program JKN memberikan dampak positif bagi perekonomian daerah. “Jika dikalkulasikan jumlah iuran yang dibayarkan suatu daerah itu relatif lebih sedikit dengan besaran klaim yang dibayar BPJS.  Uang iuran yang dibayar ke BPJS sebegai pengeloa JKN pun kembali ke daerah melalui klaim ke fasilitas kesehatan milik pemerintah sebagai penyedia layanan kesehatan bagi peserta JKN, “ kata Tonang yang juga pengurus pusat Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia ini. (***)

aosgi
[yarpp]
Pemerintah Kota Surakarta

DISKOMINFO SP

Kompleks Balai Kota Surakarta

Jl. Jend. Sudirman No.2, Kota Surakarta, Jawa Tengah
Kode Pos 57133
(0271) 2931667

Site Statistics

Visits today

21

Visitors today

16

Visits total

425,346

Visitors total

330,679

©️ 2022 Dinas Komunikasi, Informatika, Statistik dan Persandian Kota Surakarta