Pemerintah Kota Surakarta
Pemkot Kaji Akuisisi Layanan Feeder BST
  April 27, 2019 16:02

Kondisi angkutan umum, terutama angkutan pengumpan (feeder) Batik Solo Trans (BST) belakangan terdengar kurang membahagiakan. Tingkat keterisian penumpang yang rendah adalah masalah pelik yang sedang dicari solusinya. Kian menjamurnya ojek maupun taksi online, dianggap Pemkot Surakarta menjadi pesaing berat bagi operasional feeder BST.

“Rata-rata hanya mengangkut empat penumpang sekali jalan,” ungkap Kepala Bidang (Kabid) Angkutan Dinas Perhubungan (Dishub) Surakarta, Taufiq Muhammad.

Berhenti di satu lokasi untuk menunggu penumpang atau ngetem, akhirnya menjadi kebiasaan yang lazim dilakukan pengemudi angkuta. Meski hal itu tidak bisa dibenarkan lantaran feeder BST memiliki prosedur operasional standar (SOP) yang jelas, Taufiq mengaku tidak bisa serta-merta menyalahkan mereka. “Lha mau bagaimana lagi? Daripada rugi.”

Menurutnya, masalah ini telah berlangsung sejak beberapa waktu terakhir. Peremajaan dan tawaran pelayanan yang lebih baik melalui pemberlakuan SOP, seperti jeda keberangkatan kendaraan antara 5-10 menit, bebas asap rokok selama perjalanan, kecepatan maksimal 40 km/jam, atau pendingin udara yang harus dinyalakan selama perjalanan, belum mampu memikat para calon penumpang.

Karena itulah, Pemkot memutuskan untuk mengakuisisi layanan feeder BST agar operasional angkutan umum itu lebih baik. Selain itu, tentunya agar feeder mampu bersaing dengan angkutan umum beraplikasi online.

“Ini adalah salah satu inovasi pelayanan transportasi umum yang tengah kami pikirkan. Prinsipnya, Pemkot terus berupaya untuk menghidupkan kembali transportasi publik,” tegas dia.

Konsep akuisisi itu adalah buying the service. Intinya seluruh beaya operasional feeder akan ditanggung Pemkot, sementara pengemudi hanya mengoperasikannya. Menurut Taufiq, Pemkot bahkan tengah mempertimbangkan untuk menggaji supir angkuta agar alih fungsi layanan feeder itu bisa optimal.

“Kalau tidak digaji tapi tetap dibiarkan mencari setoran, mereka tetap akan sering ngetem dan menunggu armada penuh seperti sekarang. Kalau sudah begitu feeder tidak bisa maksimal melayani masyarakat,” tandasnya.

Trayek atau koridor feeder BST pun dipertimbangkan untuk ditata ulang. “Kami akan prioritaskan jalur-jalur yang sesuai dengan kebutuhan. “Dengan rute yang ada saat ini, baru lima dari delapan koridor feeder BST yang beroperasi. Itupun tidak sepenuhnya sesuai prosedur operasional standar (SOP) yang sudah ditetapkan. Misalnya feeder hanya beroperasi pada jam sibuk, padahal semestinya beroperasi mulai pagi sampai sore hari.”

Taufiq tidak menampik, akuisisi layanan feeder membutuhkan anggaran tidak sedikit. Berdasarkan penghitungan awal Pemkot, saat ini masing-masing feeder rata-rata menghabiskan beaya operasional Rp 3.200 per kilometer. Nilai itu sudah mencakup BBM, suku cadang, administrasi kendaraan, asuransi, beaya penyusutan kendaraan dan sebagainya.

“Konsep sedang dirumuskan biar sampai tataran teknis. Nantinya berbentuk transportasi gratis untuk pelajar atau bagaimana, tergantung juga hasil kajiannya,” imbuh Wali Kota FX Hadi Rudyatmo.
Wali Kota menilai, feeder BST tetap berperan penting dalam skenario pengembangan transportasi massal di Kota Bengawan. Untuk itulah ia menilai, optimalisasi layanan feeder tak kalah penting dibanding inovasi lainnya.

“Ke depan feeder ini sangat dibutuhkan sebagai transportasi umum untuk melayani wilayah-wilayah pengembangan,” terang dia. (**)

aosgi
[yarpp]
Pemerintah Kota Surakarta

DISKOMINFO SP

Kompleks Balai Kota Surakarta

Jl. Jend. Sudirman No.2, Kota Surakarta, Jawa Tengah
Kode Pos 57133
(0271) 2931667

Site Statistics

Visits today

0

Visitors today

0

Visits total

425,356

Visitors total

330,684

©️ 2022 Dinas Komunikasi, Informatika, Statistik dan Persandian Kota Surakarta