Salah satu seni budaya yang masih kuat bertahan di Solo adalah seni musik, dalam hal ini musik keroncong. Munculnya Keroncong Langgam sebenarnya berawal dari kolaborasi antara gamelan dan musik keroncong yang mulai terjadi antara tahun 1940 sampai 1960. Awal booming keroncong saat lagu Bengawan Solo yang dinyanyikan Gesang dan dikenal oleh publik. Masa keemasan keroncong langgam di Solo berlangsung pada 1960-1970 yang dilihat dari peningkatan jumlah orkes keroncong dan rekaman album di Lokananta. 

Memasuki era 80an hingga sekarang, proses perkembangan musik keroncong menghadapi tantangan tidak mudah. Publik menggemari berbagai jenis musik, selain keroncong sehingga perkembangan keroncong mengalami tantangan yang tidak ringan. Meski demikian, Solo tak berhenti menghasilkan para seniman keroncong. Pasca kemunculan Gesang, Solo melahirkan Waldjinah dan era kekinian seniman keroncong tingkat nasional dari Solo masih merajai yakni Endah Larasati serta Sruti Respati.

Pemerintah Kota Surakarta merasa bahwa keroncong menjadi salah satu kekayaan yang harus tetap dipertahankan dan dilestarikan. Upaya terobosan melalui penyelenggaraan Solo Keroncong Festival secara rutin. Penyelenggaraan ini mengundang berbagai musisi keroncong dari berbagai wilayah.

Hadirnya Solo Festival Keroncong setidaknya membuktikan, bahwa Solo sangat memperhatikan keroncong. Pun kehidupan keroncong di masyarakat hingga kini tetap terpelihara dengan baik. Terbukti dalam berbagai acara masih sering diselenggarakan keroncong. Misalnya acara kampung ketika malam tahun baru, tasyakuran, malam tirakatan 17 Agustus dan berbagai kegiatan masyarakat lainnya.