Dalam sejarah per-twitteran di Indonesia, sempat ada satu seni kesusastraan Jawa yang menjadi trending pada tahun 2016, yaitu parikan. Netizen beramai-ramai mengirimkan cuitan mereka dengan tagar #parikan, dengan pantun-pantun lucu berbahasa Jawa yang berhasil membuat parikan trending. Nah kalau kalian sudah pernah dengar istilah parikan atau belum? 

Parikan dalam bahasa diartikan sebagai “unen-unen kang dumadi saka rong ukara” atau bunyi-bunyian yang terdiri dari dua bagian kata atau kalimat. Disebut seperti itu karena dalam parikan ada dua bagian yaitu bagian “purwaka” atau pengantar dan bagian isi. Sementara jumlahnya bisa terdiri dari dua larik, atau empat larik. 

Awalnya parikan adalah bagian yang tidak terpisahkan dari kesenian Jawa yang disebut Ludruk. Sebuah kesenian teater tradisional dari Jawa Timur, yang sampai sekarang masih terus dilestarikan dan diselenggarakan dalam berbagai kegiatan. Parikan adalah salah satu bagian dari ludruk, yang ditampilkan sebagai pembuka sebelum pertunjukan intinya dimulai. 

Ada dua jenis parikan yang dikenal dalam kebudayaan Jawa. Yang pertama adalah parikan pitutur yang dibuat untuk menyampaikan nasihat atau amanah. Contohnya: 

Tawon ngentup siseh gulu (Lebah menyengat di bagian leher)

Pejabat korup, ojo ditiru (Kalau ada pejabat yang korup, jangan ditiru)

Jenis parikan kedua adalah parikan paseman atau parikan yang berisi candaan, guyonan atau sindiran. Contohnya: 

Sambel trasi wadahe besek (Sambal terasi dalam wadah besek)

Awake seksi, irunge pesek (Badannya seksi, tapi hidungnya pesek) 

Parikan memang kesusastraan Jawa yang pernah trending twitter beberapa tahun lalu. Tapi maknanya tentu lebih dalam dari itu, karena parikan merupakan bagian dari budaya besar masyarakat Jawa yang sudah ada sejak jaman dahulu, dan harus terus dilestarikan keberadaannya.