Bagi kamu pecinta kuliner, pasti tidak asing lagi dengan istilah HIK dan angkringan. Konsep keduanya mirip, yakni menjual makanan atau minuman di kaki lima. Namun, sebenarnya, HIK dan angkringan memiliki perbedaan yang mendasar. Diketahui bahwa penyebutan istilah HIK berasal dari Solo, sedangkan angkringan dari Yogyakarta.
Kedua daerah tersebut memiliki tradisi dan budaya yang masih tetap hidup hingga sekarang. Pasalnya, Solo dan Yogyakarta dulunya tergabung dalam satu kerajaan yang sama, yaitu Kerajaan Mataram. Tetapi, kerajaan tersebut pecah dan terbagi menjadi Kasunanan Surakarta, Pura Mangkunegaran, Kasultanan Yogyakarta, serta Pura Pakualaman.
Mulanya, HIK dijajakan oleh pedagang keliling kampung sambil memikul dagangannya. Sembari berkeliling, pedagang akan berteriak “hiiik..iyeeek” atau “ting..ting..hik.” Darisitulah, muncul kata HIK yang melekat di tengah masyarakat. HIK sendiri merupakan singkatan dari Hidangan Istimewa Kampung. Di Kota Solo, HIK juga disebut dengan wedhangan. Adapun HIK memiliki menu minuman yang khas, yaitu wedhang jahe dan susu segar Boyolali. Sementara, menu makanan yang umumnya terdapat di HIK adalah nasi kucing, bungkusan yang terdiri dari nasi putih dipadukan dengan bandeng dan sambal uleg dalam porsi kecil.
Kemudian, istilah angkringan yang melekat erat di masyarakat Yogyakarta, tidak berbeda jauh dengan HIK. Istilah ini didapatkan karena masyarakat yang datang, biasanya makan sambil duduk methangkring atau mengangkat salah satu kakinya di bangku. Untuk minuman yang khas di angkringan adalah kopi joss, berupa kopi tubruk yang ditambahkan bara arang panas di cangkir. Cara ini akan membuat aroma kopi semakin kuat. Untuk menu makanan yang biasa ditemui di angkringan adalah nasi teri. Seperti halnya pada nasi kucing, nasi teri ini juga dipadukan dengan sambal yang porsinya kecil.
Meskipun HIK dan angkringan memiliki masing-masing makanan dan minuman yang khas, tetapi keduanya sama-sama menjajakan berbagai jenis gorengan dan sundukan atau cemilan yang ditusuk menggunakan tusuk sate. Pengunjung juga bisa meminta penjual untuk memanaskannya di atas bara, agar rasanya lebih nikmat.