Ketika berbicara tentang Kota Solo, tidak bisa dilewatkan sejarahnya yang panjang, terutama sebelum kemerdekaan Republik Indonesia. Banyak bangunan ikonik di Solo yang menjadi saksi bisu dari peristiwa sejarah yang berharga. Wajib kalian mengenal beberapa di antaranya!
Gedung Djoeang 45, menjadi salah satu contoh bangunan bersejarah di Kota Solo. Berlokasi di Jalan Mayor Sunaryo Nomor 4, Kelurahan Kedunglumbu, Kecamatan Pasar Kliwon, bangunan ini dibangun oleh pemerintahan Hindia Belanda pada tahun 1876 dan selesai pada tahun 1880. Awalnya, digunakan sebagai fasilitas pelayanan bagi tentara Belanda dengan nama “cantienstraat” yang artinya jalan kantin. Namun, peran bangunan ini berubah ketika Benteng Vastenburg tidak lagi mencukupi sebagai asrama militer untuk tentara Belanda. Akhirnya, Gedung Djoeang diubah menjadi asrama militer (Solosiehoe Internaat) dan menjadi saksi perjuangan rakyat Indonesia dalam merebut kemerdekaan, yang kemudian dijadikan markas militer.
Pertempuran 4 Hari yang berlangsung pada tanggal 7 hingga 10 Agustus 1949 menjadi salah satu peristiwa bersejarah di Solo. Pertempuran tersebut dipimpin oleh Letnan Kolonel Ignatius Slamet Riyadi dan Mayor Achmadi, yang melibatkan anggota dari TNI dan Tentara Pelajar (TP). Untuk mengenang peristiwa bersejarah tersebut, sebuah monumen dibangun di kawasan Sondakan, sebagai simbol perjuangan yang tersembunyi di antara bangunan rumah warga di Jalan Parang Kesit No.34, RT 02/RW O4, Kelurahan Sondakan, Kecamatan Laweyan.
Monumen 45 Banjarsari, yang berlokasi di Setabelan, Kecamatan Banjarsari, juga menjadi bagian penting dari sejarah Kota Solo. Monumen ini didirikan untuk mengenang Peristiwa Serangan Umum Empat Hari yang terjadi pada tanggal 7 hingga 10 Agustus 1949. Dipimpin oleh Letkol Slamet Riyadi dan Mayor Ahmadi, peristiwa ini melibatkan para pejuang, pelajar, dan mahasiswa yang bertujuan untuk memukul mundur pasukan Belanda di Kota Solo dan sekitarnya.
Monumen Pasar Nongko, di Jalan Prof. DR. Supomo Nomor 105, Punggawan, Kecamatan Banjarsari, juga menjadi bagian dari kenangan Peristiwa Serangan Umum Empat Hari di Kota Solo. Monumen ini memiliki nilai sentimental karena menampilkan nama-nama pahlawan yang gugur akibat kekejaman Belanda saat menguasai kota.
Tugu Kebangkitan Nasional (Tugu Lilin) juga merupakan salah satu ikon Kota Solo yang dibangun untuk memperingati 25 tahun berdirinya Boedi Oetomo. Niat pendirian tugu ini dicetuskan oleh perwakilan masyarakat Solo yang menghadiri Kongres Indonesia Raya I pada tahun 1931 di Surabaya. Meskipun mendapatkan izin dari Pakubuwono X pada akhir November 1933, reaksi dari Pemerintah Hindia Belanda terhadap pembangunan tugu ini sangat keras.
Kota Solo dengan segala bangunan ikoniknya memang menyimpan kisah sejarah yang luar biasa. Melalui bangunan-bangunan tersebut, kalian dapat memahami perjuangan dan semangat pejuang Indonesia dalam merebut kemerdekaan. Jika kalian berkunjung ke Solo, jangan lewatkan kesempatan untuk mengenal lebih dekat sejarah dan memahami betapa berharganya kemerdekaan Indonesia yang kalian nikmati saat ini.