
Pada awalnya bangunan ini merupakan pesanggrahan milik seseorang Bhiksu Budha yang bersahabat dengan seorang ulama Ki Ageng Henis. Bhiksu Budha tersebut kemudian memeluk Islam setelah kalah mengadu ilmu keagamaan dengan Ki Ageng Henis. Mualafnya Bhiksu Budha tersebut diikuti oleh perubahan bangunan pesang¬grahan ini menjadi langgar yang kemudian menjadi langgar tertua di Surakarta.
Sebagai produk arsitektur tradisional Jawa yang berupa bangunan pesanggrahan pada umumnya, tidak ada aspek estetika yang menonjol pada bangunan ini selain sejarah alih fungsi yang cukup kontras, yaitu dari pesanggrahan menjadi langgar. Berada di tepi sungai dan bersebelahan dengan makan Ki Ageng Henis, langgar ini memberi nilai khas kawasan.