Pemerintah Kota Surakarta
Surakarta Kota Toleran
  November 17, 2017 10:27

 

Di suatu petang, Wali Kota FX Hadi Rudyatmo menerima beberapa tamu di kediaman pribadinya, Pucangsawit. Tak lama setelah mempersilakan tamunya masuk, terdengar adzan magrib berkumandang. Dia memandangi tamunya yang diantaranya mengenakan busana muslim. Wali Kota yang memeluk agama Nasrani itu tahu, waktu untuk beribadah sholat magrib tak panjang. Dia perlu meyakinkan tamunya itu yang sepertinya merasa bimbang lantaran di belakang mereka sudah ada tamu juga menunggu untuk bertemu. “Kalau mau sholat dulu, silakan sholat dulu. Masjidnya dekat kok. Nggak apa-apa saya tunggu,” katanya.

Menghormati orang menjalankan ibadah sesuai agamanya, sebenarnya bukan hal yang istimewa baginya. Wali Kota Rudyatmo pun mempersilakan kelompok keagamaan yang ada di Surakarta memanfaatkan Pendhapa Loji Gandrung yang tak lain merupakan rumah dinasnya untuk kegiatan mereka. Tidak heran jika di suatu waktu ada  kelompok pengajian ibu-ibu yang mengaji dan di waktu yang lain ada koor gereja yang berlatih di Loji Gandrung.

Hidup berdampingan dalam berbedaan keyakinan di Kota Surakarta memang bukan barang baru. Salah satu bukti adalah keberadaan Masjid Al Hikmah dan Gereja Kristen Jawa (GKJ) Joyodiningratan yang dibangun berdampingan di Jalan Gatot Subroto Nomor 222 Kratonan. Dua tempat ibadah itu sudah ada puluhan tahun silam tanpa ada benturan sedikitpun. Bahkan masing-masing saling membantu.

Tak heran jika lembaga Setara Institute menempatkan Kota Surakarta sebagai kota yang memiliki indeks toleransi tertinggi.  Kota Surakarta masuk ke dalam 10 besar. Lembaga swadaya masyarakat yang memiliki concern terhadap isu-isu HAM dan penghormatan hak-hak sipil itu melakukan penelitian terhadap praktik toleransi di 94 kota di Indonesia dalam rentang waktu satu tahun terakhir ini. Dengan skala skala Likert dengan rentang nilai 1-7, Surakarta mendapatkan skor 5,70 atau hanya terpaut 0,20 dari Kota Manado yang menempati  urutan pertama.

Dalam publikasinya di Jakarta, Kamis 16 November lalu, Setara Institute mengatakan penyusunan Indeks Kota Toleran tersebut bertujuan untuk mempromosikan dan mengembangkan kota-kota yang dianggap berhasil membangun dan serta mengembangkan toleransi. Dia menjelaskan, dalam penyusunan IKT, pihaknya mengutamakan praktik toleransi dengan memeriksa seberapa besar kebebasan beragama dan dilindungi melalui regulasi dan tindakan. Dalam laporan tersebut juga menyandingkan realitas perilaku sosial masyarakat dalam tata kelola keberagaman kota.

“(Studi) Ini menggunakan paradigma negative right sesuai dengan karakter kebebasan beragama ataupun berkeyakinan. Selain itu juga memeriksa tindakan pos pemerintah kota dalam mempromosikan promosi, mulai dari kebijakan, pernyataan resmi hingga peristiwa,” jelasnya.

Peneliti Setara Institute, Halili Hasan mengatakan skor Indeks Kota tersebut diperoleh dari penelitian data milik Badan Pusat Statistik (BPS), Komisi Nasional Perempuan, Setara Institut dan referensi beberapa media massa.  Berdasarkan kerangka indeks yang diperoleh, penelitian tersebut menetapkan enam indikator pengukuran, yakni rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD), kebijakan diskriminatif melalui peraturan daerah, pernyataan pejabat pemerintah daerah, tindakan terkait peristiwa menyangkut toleransi, peristiwa pelanggaran toleransi dan komposisi penduduk berdasarkan agama.

“Pembobotan skor dilakukan dengan kombinasi pengukuran melalui regulasi pemerintahan kota, tindakan pemerintah, regulasi sosial, dan demografi agama yang dilakukan dalam rentan waktu November 2016-Oktober 2017. Indeks atau skor kota toleran ini bertujuan sebagai bahan pengingat, bahan evaluasi bagi pemerintah untuk introspeksi dalam mengambil langkah kebijakan yang mempromosikan toleransi,” katanya.

Wali Kota  FX Hadi Rudyatmo, Surakarta dengan struktur masyarakat  yang beragam baik dari sisi keyakinan maupun suku bangsa membutuhkan komunikasi yang baik di antara mereka agar dapat hidup berdampingan dengan rukun. Pemerintah sebagai fasilitator berusaha membangun komunikasi dengan saling bersilaturahmi. Meski tidak melabeli dengan forum kerukunan antar ini dan itu, ujarnya, tetapi sedapat mungkin setiap forum menyertakan perwakilan seluruh kelompok dan golongan agar mereka bisa berkumpul.

“Seperti program Sonjo Wargo, kami datangi masyarakat di tiap kelurahan. Perwakilan dari berbagai kelompok ada, berkumpul dan saling berkomunikasi. Tidak perlu dikasih judul yang justru malah memperlihatkan adanya perbedaan kelompok atau golongan. Begitu pula dengan kita yang dari pemerintahan, tugas kita adalah melayani masyarakat. Pemimpin itu adalah pelayan bukan penguasa. Antara masyarakat dengan pemimpinnya duduk sama rendah, berdiri sama tinggi,” ujar dia.

Kota Surakarta memang relatif tenteram, namun Wali Kota Rudyatmo tidak mengelak jika beberapa tindakan intoleran terjadi di wilayahnya. Seperti insiden pelarangan kegiatan ibadah hingga perusakan tempat ibadah.  Namun secara kuantitas dan kualitas tidak terlalu signifikan. Menurutnya, masyarakat Surakarta memiliki kesadaran pentingnya toleransi, terutama kehidupan beragama. “Masyarakat sudah sadar, dalam beragama apapun itu masyarakat dilindungi oleh undang-undang,” tambahnya. (***)

aosgi
[yarpp]
Pemerintah Kota Surakarta

DISKOMINFO SP

Kompleks Balai Kota Surakarta

Jl. Jend. Sudirman No.2, Kota Surakarta, Jawa Tengah
Kode Pos 57133
(0271) 2931667

Site Statistics

Visits today

33

Visitors today

21

Visits total

425,295

Visitors total

330,645

©️ 2022 Dinas Komunikasi, Informatika, Statistik dan Persandian Kota Surakarta