Pemerintah Kota Surakarta
Blangkon Solo vs Yogyakarta, Apa Bedanya?
  May 20, 2022 14:59

Blangkon identik dengan perlengkapan pakaian adat bagi pria Jawa, utamanya daerah Solo dan Yogyakarta. Blangkon biasanya dipakai di kepala. Bentuknya bulat mirip kupluk dengan hiasan kain batik atau lurik. Mulanya, blangkon berbentuk seperti ikat kepala dan cara pakainya pun tergolong rumit. Kain yang digunakan berukuran 105 cm x 105 cm dan dilipat menjadi bentuk segitiga sebelum dililitkan kepala. Seiring perkembangan zaman, dimana masyarakat menginginkan segala hal serba praktis, maka diciptakanlah ikat kepala yang siap pakai atau sekarang kita sebut dengan blangkon. 

Beberapa pendapat mengklaim bahwa blangkon berasal dari asimilasi budaya agama Hindu dan Islam. Dahulu, para pedagang dari Gujarat keturunan Arab, masuk ke Indonesia dengan dalih untuk menyebarkan ajaran agama Islam. Lambat laun, ajaran Islam juga berkembang di Pulau Jawa, khususnya Jawa Tengah. Akibatnya, masyarakat Jawa mulai mengamati semuanya berkaitan dengan para pedagang Gujarat tersebut, salah satunya adalah dalam pemakaian sorban, kain panjang yang digunakan untuk menutupi kepala. Hal inilah yang menginspirasi masyarakat Jawa untuk menggunakan kain ikat di kepala atau blangkon. 

Meskipun memiliki fungsi yang sama, namun blangkon yang dimiliki masing-masing daerah terdapat perbedaan ciri khasnya. Misalnya perbedaan yang ditemui pada blangkon Solo dan Yogyakarta. Seperti yang sudah diketahui, blangkon dikenal di Kota Solo sejak masa pemerintahan Pakubuwono III. Pada saat itu Perjanjian Giyanti sudah diberlakukan. Adapun motif batik yang digunakan untuk membuat blangkon Solo, antara lain motif keprabon, motif kesatrian, motif perbawan, motif dines, serta motif tempen. Ciri khas pada blangkon Solo adalah tidak menggunakan mondolan, melainkan hanya datar saja di bagian belakangnya. Sehingga hanya diikatkan jadi satu dengan cara mengikatkan dua pucuk helai di kanan dan kirinya. Hal ini memiliki filosofi bahwa untuk menyatukan satu tujuan dalam pemikiran yang lurus adalah dengan dua kalimat syahadat yang harus melekat erat dalam pikiran orang Jawa.

Sedangkan, dalam blangkon Yogyakarta biasanya menggunakan motif modang, blumbangan, kumitir, celengkewengen, jumputan, sido asih, sido wirasat, atau taruntum. Bedanya dengan blangkon Solo, blangkon versi Yogyakarta ini memiliki ciri khas mondolan di bagian belakang. Penggunaan mondolan ini pun memiliki filosofi, yaitu dikaitkan dengan masyarakat Jawa yang pandai menyimpan aib dan rahasia diri sendiri maupun orang lain. Dengan begitu, mereka akan lebih memaknai hidup dan hati-hati menjaga keluhuran budi pekerti.

Blangkon menjadi salah satu tradisi dan budaya bagi masyarakat Jawa. Selain itu, blangkon juga sarat akan nilai-nilai yang mengajarkan kebaikan bagi sesama. Mengingat, berharganya makna dari sebuah blangkon, diharapkan keberadaannya pun juga harus tetap dijaga untuk kehidupan yang berkelanjutan.

Agnia Primasasti
[yarpp]
Pemerintah Kota Surakarta

DISKOMINFO SP

Kompleks Balai Kota Surakarta

Jl. Jend. Sudirman No.2, Kota Surakarta, Jawa Tengah
Kode Pos 57133
(0271) 2931667

Site Statistics

Visits today

2

Visitors today

1

Visits total

424,962

Visitors total

330,423

©️ 2022 Dinas Komunikasi, Informatika, Statistik dan Persandian Kota Surakarta