Warga Kota Solo pasti tidak asing dengan Tugu Lilin yang terletak di kawasan Penumping, Laweyan. Selain sebagai cagar budaya, Tugu Lilin juga menjadi salah satu ikon yang dipakai di lambang resmi Kota Solo. Lantas bagaimana sejarah tugu ini, dan mengapa bisa tugu ini menjadi satu-satunya tugu yang bisa jadi ikon lambang Kota Solo?
Tugu Kebangkitan Nasional (Tugu Lilin) dibangun dalam rangka memperingati 25 tahun berdirinya Boedi Oetomo. Niat pendirian tugu ini dicetuskan oleh perwakilan masyarakat Solo saat mengikuti Kongres Indonesia Raya I pada tahun 1931 di Surabaya.
Saat itu, Boedi Oetomo melalui Pemufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPKI) berinisiatif untuk mendirikan tugu tersebut. Konsep bangunan Tugu Lilin yang ditawarkan Ir.Soetedjo saat itu dianggap memenuhi cita-cita kebangsaan dan mudah dimengerti masyarakat secara umum. Sebab, bentuk tugu yang ditawarkan menggambarkan kekuatan, sedangkan lilin mempunyai arti penerang. Yakni harapan para pejuang di zaman dahulu yang berjuang mati-matian demi mencapai hari kemerdekaan Indonesia.
Pada tahun 1953 Tugu Lilin dijadikan bagian dari logo Kota Solo. Latar belakang dipakainya Tugu Lilin sebagai salah satu ikon di lambang Kota Solo adalah menegaskan maksud dari Tugu Lilin sebagai lambang persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Sayangnya, pada zaman sekarang nilai sejarah yang melekat pada tugu ini sudah luntur.
Harapan dari Pemerintah, dengan keberadaan tugu ini, masyarakat Kota Solo bisa bangga dan mengetahui lebih dalam nilai sejarah dari berbagai peninggalan sejarah yang ada di Kota Solo. Selanjutnya Pemerintah berharap, dengan Kota Solo yang kaya akan nilai sejarah bisa menjadikan Kota Solo sebagai tujuan destinasi wisata sejarah.