(0271) 2931667
email@surakarta.go.id

24-08-2025

WIB

Agnia

15-01-2025

 11:15:33 WIB
Umbul Mantram: Tradisi Sakral yang Menciptakan Harmoni Dua Etnis
Icon

Kelurahan Sudiroprajan di Solo dikenal sebagai salah satu wilayah dengan tingkat akulturasi budaya yang sangat tinggi antara masyarakat Jawa dan Tionghoa. Kehadiran unsur budaya Tionghoa dalam tradisi Umbul Mantram tidak muncul begitu saja, melainkan hasil dari proses sejarah dan interaksi sosial yang panjang.

Pada masa kolonial Belanda, Sudiroprajan menjadi salah satu pemukiman utama masyarakat Tionghoa di Solo. Letaknya yang strategis, dekat Pasar Gede sebagai pusat perdagangan, mempertemukan masyarakat Jawa dan Tionghoa dalam berbagai aktivitas ekonomi, sosial, dan budaya. Interaksi ini secara alami menciptakan pertukaran budaya yang saling memperkaya, termasuk dalam tradisi dan ritual keagamaan.

Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat Jawa dan Tionghoa saling bertukar pengaruh budaya, termasuk dalam tradisi dan ritual keagamaan. Akibatnya, unsur-unsur budaya Tionghoa seperti pakaian khas, lampion, dan filosofi keberkahan mulai terintegrasi dengan tradisi lokal.

Baik masyarakat Jawa maupun Tionghoa memiliki nilai-nilai yang serupa dalam tradisi mereka, seperti rasa syukur, penghormatan kepada leluhur, dan harapan akan harmoni. Kesamaan inilah yang membuat integrasi budaya menjadi lebih mudah dan alami. Umbul Mantram pun berkembang menjadi lebih inklusif, menjadikannya simbol harmoni budaya yang mewakili masyarakat Sudiroprajan.

Kehadiran unsur Tionghoa dalam Umbul Mantram mencerminkan semangat kerukunan yang telah lama menjadi identitas Sudiroprajan. Tidak hanya menyatukan Jawa dan Tionghoa, tetapi juga mengajarkan dunia bahwa keberagaman adalah kekuatan, bukan pemisah.