Kebanyakan masyarakat menganggap kondisi tinggi tubuh anak disebabkan oleh faktor keturunan (genetika), sehingga masyarakat banyak yang hanya menerima tanpa berbuat apa-apa untuk mencegahnya. Padahal seperti kita ketahui, genetika merupakan faktor determinan kesehatan yang paling kecil pengaruhnya bila dibandingkan dengan faktor perilaku, lingkungan (sosial, ekonomi, budaya, politik), dan pelayanan kesehatan. Dengan kata lain, stunting merupakan masalah yang sebenarnya bisa dicegah. Lantas apa yang menyebabkan anak mengalami Stunting?

Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama, sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak yakni tinggi badan anak lebih rendah atau pendek (kerdil) dari standar usianya. Apa gejala yang timbul pada anak yang terkena stunting?

Stunting memiliki gejala-gejala yang bisa kita deteksi sejak dini, antara lain wajah tampak lebih muda dari anak seusianya, pertumbuhan tubuh dan gigi yang terlambat, memiliki kemampuan fokus dan memori belajar yang buruk, dan pubertas yang lambat. Sementara, saat menginjak usia 8-10 tahun, anak cenderung lebih pendiam dan tidak banyak melakukan kontak mata dengan orang sekitarnya. Tak hanya itu, bahkan berat badan anak lebih ringan untuk anak seusianya.

Di Indonesia sendiri, stunting menjadi salah satu masalah prioritas yang ingin diselesaikan oleh pemerintah. Karena masalah stunting ini tidak hanya mengganggu pertumbuhan secara fisik, namun juga mengganggu perkembangan otak. Jika terus dibiarkan, dapat mengancam perkembangan anak-anak Indonesia.

Beberapa program telah diluncurkan pemerintah dalam rangka penanganan stunting di Indonesia. Dengan adanya program yang telah dibuat oleh pemerintah, harapannya tidak ada lagi orang tua yang menganggap bahwa stunting merupakan faktor keturunan yang tidak bisa dicegah, serta mengajak seluruh lapisan masyarakat dan pemerintah untuk ikut serta dalam mendukung program pemerintah untuk bisa mewujudkan Indonesia Bebas Stunting.