Pemerintah Kota Surakarta
Cerita Dibalik Tari Bedhaya Ketawang
  December 22, 2022 10:45

Tari Bedhaya Ketawang merupakan sebuah seni pertunjukan warisan budaya yang berasal dari Keraton Kasunanan Surakarta. Tari ini merupakan tari kebesaran yang hanya di pertunjukan pada saat penobatan serta peringatan kenaikan tahta raja di Keraton Kasunanan Surakarta. 

 

Nama Tari Bedhaya Ketawang diambil dari kata “Bedhaya” yang berarti penari wanita di istana, dan “Ketawang” atau “Tawang” yang berarti langit, atau sesuatu yang tinggi, mulia, dan luhur. Tari Bedhaya Ketawang dianggap sebagai bedhaya yang tertua dan dijadikan sebagai kiblat dari tari bedhaya lainnya yang lebih muda. 

 

Tari ini menceritakan Panembahan Senopati, yaitu raja pertama dari Dinasti Mataram dengan Kanjeng Ratu Kidul. Tari ini dibawakan oleh sembilan orang penari. Dalam pementasannya, konon Nyai Roro Kidul akan ikut menari dan menggenapi jumlah penari menjadi sepuluh orang. 

 

Meskipun Tari Bedhaya Ketawang merupakan hasil warisan dari kesultanan Mataram, namun tari ini hanya dipentaskan di Kasunanan Surakarta. Hal ini sesuai dengan Perjanjian Giyanti tahun 1755, yang mana perjanjanjian ini membagi Kerajaan Mataram menjadi dua yakni Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta. Pembagian wilayah ini juga dibarengi dengan pembagian kebudayaan serta kesenian yang ditinggalkan oleh Kerajaan Mataram, salah satunya adalah Tari Bedhaya Ketawang. 

 

Penari tarian Bedhaya Ketawang tidak boleh dilakukan oleh sembarang orang. Terdapat beberapa syarat yang harus dipatuhi oleh seorang penari Bedhaya Ketawang. Beberapa syarat tersebut di antaranya: 

  1. Para penari harus dalam keadaan suci dan tidak sedang mengalami menstruasi. 
  2. Para penari harus masih dalam keadaan perawan. 
  3. Para penari berusia antara 17-25 tahun. Umur tersebut dipilih karena masih mempunyai kekuatan untuk menari selama 1,5 jam dan masih memiliki kulit yang kencang, cantik, dengan wajah yang berseri-seri. 
  4. Seorang penari harus memiliki postur tubuh yang proporsional dan memiliki daya tahan tubuh yang baik.
  5. Dan yang terakhir, seorang penari harus melakukan puasa mutih. Yaitu puasa dengan tidak makan selain makanan yang berwarna putih selama beberapa hari.

 

Kemudian busana yang dikenakan pada penari Bedhaya Ketawang yaitu menggunakan dodot ageng atau basahan yang dipadukan dengan kain cindhe kembang warna ungu. Rambu penari dihias dengan gelung bokor mengkurep. Kemudian penari Bedhaya Ketawang menggunakan aksesoris seperti kentrung, garuda mungkur, sisir jeram saajar, cundhuk mentul, dan tiba dhadha. Kostum yang digunakan tersebut merupakan kostum pengantin perempuan Jawa Tengah. 

 

Lalu pengiring yang digunakan untuk mengiringi tarian Bedhaya Ketawang adalah gamelan, yang terdiri atas lima macam yang berlaras pelog pathet lima. Gamelan tersebut yaitu gendhing (kemanak), kala (kendhang), sangka (gong), pamucuk (kethuk), dan sauran (kenong). 

 

Terdapat beberapa aturan yang harus ditaati oleh penonton pada saat pertunjukan Tari Bedhaya Ketawang berlangsung. Pertama, tidak boleh makan. Kedua, tidak boleh merokok. Lalu yang terakhir, para penonton harus diam dan tidak boleh mengobrol atau berbicara. Sudah sebaiknya kita menghargai dan menjalankan pakem dalam penyelenggaraan Tari Bedhaya Ketawang tersebut. Agar, keasliannya dan keberadaannya tetap terus terjaga.

Agnia Primasasti
[yarpp]
Pemerintah Kota Surakarta

DISKOMINFO SP

Kompleks Balai Kota Surakarta

Jl. Jend. Sudirman No.2, Kota Surakarta, Jawa Tengah
Kode Pos 57133
(0271) 2931667

Site Statistics

Visits today

18

Visitors today

9

Visits total

425,374

Visitors total

330,693

©️ 2022 Dinas Komunikasi, Informatika, Statistik dan Persandian Kota Surakarta