Pemerintah Kota Surakarta
Masjid-masjid Bersejarah yang Menarik Ini Wajib Kalian Kunjungi. Mengintip Arsitektur dan Kisahnya, Banyak yang Belum Kalian Tahu
  April 8, 2023 10:15

Peradaban Islam sudah lama masuk di Solo dan berkembang dengan baik. Islam memberikan kontribusi yang luar biasa hebat bagi kemajuan perekonomian dan mengisi peradaban yang rukun dan damai di Kota Solo.

 

Seiring dengan pesatnya peradaban Islam, banyak dibangun masjid-masjid yang memiliki nilai sejarah yang tinggi. Tidak hanya pada arsitektur bangunan yang indah, namun perjalanan sejarah masjid-masjid tersebut memberikan banyak kontribusi besar bagi perkembangan Solo. 

 

Coba kita simak bersama, beberapa masjid yang memiliki nilai sejarah di Kota Solo.

 

  1. Masjid Agung Surakarta

 

Masjid Agung Surakarta merupakan masjid yang berada di kompleks Alun-alun Utara Keraton  Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Keberadaannya tidak lepas dari sejarah pemindahan Keraton Kartasura ke Surakarta, tepatnya 17 Februari 1745 oleh Paku Buwana II. 

 

Masjid yang sangat ikonik ini menyimpan fakta-fakta keunikan. Salah satunya, artefak bangunan berupa kayu-kayu masjid dibawa seluruhnya dari bangunan Masjid Agung Kartasura, dimana ibu kota Kartasura telah porak-poranda kala itu akibat peristiwa Geger Pacinan. 

 

Mengapa dibawa utuh semua kayu-kayu dari Masjid Agung Kartasura ke Surakarta, karena masyarakat pada masa itu masih mengacu pada pola Masjid Agung Demak, yang sangat percaya bahwa kayu-kayu tidak boleh dibiarkan atau ditinggal begitu saja di ibu kota Kartasura yang sudah hancur. Mudahnya kayu-kayu diangkut atau dipindah ke Surakarta, juga karena bangunan Masjid Agung Kartasura tidak permanen alias terbuat dari kayu, sehingga konstruksi kayu tersebut mudah untuk dipindah. 

 

Saat ini Masjid Agung Surakarta, yang berada di sisi barat Alun-alun Utara itu sering dijadikan tempat beribadah para pengunjung atau wisatawan dari berbagai daerah di Indonesia. Pengunjung juga menyempatkan untuk melepas lelah atau beristirahat, karena lokasinya yang memang nyaman. 

 

  1. Masjid Laweyan

 

Berkunjung ke Masjid Laweyan, membawa imajinasi pada kejayaan Kampung Laweyan. Masjid Laweyan yang berada di tepi Sungai Jenes (dulu Sungai Kabanaran), merupakan masjid tua yang menyimpan sejarah peradaban Kampung Laweyan, yang dikenal sebagai Kampung Batik. 

 

Masjid Laweyan dibangun pada masa Kerajaan Pajang, sekitar tahun 1564. Masjid ini sudah berdiri lebih dulu sebelum Masjid Agung Surakarta. Bangunan ibadah yang berada di Jalan Liris, Belukan, Pajang, Kecamatan Laweyan ini, berada satu kompleks dengan pemakaman Ki Ageng Henis. Maka warga sekitar sering menyebutnya sebagai Masjid Ki Ageng Henis. 

 

Ki Ageng Henis merupakan tokoh penting dalam membangun peradaban di Kampung Laweyan. Beliau merupakan ayah dari Ki Ageng Pamanahan. Ki Ageng Pamanahan adalah ayah dari Danang Sutawijaya atau Panembahan Senopati, yang mendirikan Kesultanan Mataram. 

 

Ki Ageng Henis, kakek dari Panembahan Senopati ini merupakan tokoh penyebar agama Islam di Kampung Laweyan. Kampung Laweyan dulu dikenal sebagai penganut Hindu. Berkat dakwah dan syiar Islam yang dilakukan Ki Ageng Henis dengan cara damai, masyarakat Laweyan banyak yang memeluk Islam. Bahkan sebelum didirikan Masjid Laweyan, bangunan tersebut merupakan Pura, yang sudah diwakafkan untuk dibangun masjid. 

 

  1. Masjid Al Wustho

 

Masjid Al Wustho yang berada di sisi barat Puro Mangkunegaran, merupakan bagian dari Puro Mangkunegaran. Lokasinya yang berada di Jalan Kartini, Ketelan, Banjarsari, Solo ini bangunannya terlihat sangat menonjol. Jika diperhatikan, tembok masjidnya sangat tebal dan terdapat kaligrafi yang menghiasinya. Kaligrafi ini menjadi salah satu ciri khas yang mudah dikenali setiap pengunjung. 

 

Keberadaan masjid bagi Puro Mangkunegaran memiliki arti penting, sebab bisa diartikan sebagai simbol perhatian raja kepada umat karena terkait dengan gelar panotogomo (penata agama). 

 

Masjid Al Wustho Mangkunegaran dibangun atas prakarsa KGPAA Mangkunegara I (1725-1795). Saat awal didirikan, masjid tersebut bernama Masjid Mangkunegaran yang berada di kawasan Kauman. Pada masa KGPAA Mangkunegara II (1796-1835), dipindahakan ke lokasi dekat Puro Mangkunegaran, yang kemudian pengelolaannya dilakukan oleh para abdi dalem. 

 

Masjid Al Wustho masih mempertahankan keasliannya, baik tembok, mimbar, menara, gapura (markis) dan bedug. Gapuranya yang dihiasi kaligrafi menjadi bagian yang sangat indah dan menjadi ciri khas Masjid Al Wustho.  

 

  1. Langgar Merdeka

 

Di kawasan Laweyan, masih ada satu lagi masjid atau tempat ibadah umat Islam yang mempunyai andil dalam perkembangan syiar Islam di Solo, khususnya di Laweyan, yaitu Langgar Merdeka. Bangunan yang berada di pinggir Jalan DR Radjiman, Laweyan ini memiliki kisah yang menarik. Karena lokasinya yang berada di pinggir jalan, maka banyak dimanfaatkan warga yang lewat untuk menunaikan ibadah salat lima waktu. 

 

Kondisi Langgar Merdeka sangat terawat, tertera pada bagian atas di dinding depan, tertulis angka 7-7-1877. Tulisan itu diperkirakan sebagai tanggal berdirinya bangunan itu yaiti pada 7 Juli 1887. Sebelum digunakan sebagai tempat ibadah atau langgar, dahulu merupakan toko milik warga beretnis Tionghoa yang menjual ganja untuk bahan pengobatan. 

 

Pada perkembangannya, H Imam Mashadi (almarhum), membeli toko tersebut pada tahun 1940-an, yang akhirnya memugarnya menjadi langgar sebagai tempat ibadah pada tahun 1942. Nama Langgar Merdeka adalah pemberian dari Presiden 1 RI, Ir Soekarno. Bangunan Langgar Merdeka merupakan tanah wakaf seluas 179 m2. 

 

Langgar Merdeka diresmikan oleh Menteri Sosial, Mulyadi Joyo Martono. Nama Langgar Merdeka digunakan untuk memperingati kemerdekaan RI. Tetapi saat agresi militer ke-2 Belanda tahun 1949, namanya diganti Langgar Al Ikhlas, karena Belanda melarang menggunakan kata Merdeka. Setelah agresi militer ke-2 usai, langgar tersebut kembali menggunakan nama Langgar Merdeka. Kedua nama itu masih tertulis pada bangunan tersebut. Sisi bangunan yang menghadap Jalan DR Radjiman tertulis Langgar Merdeka, sementara yang menghadap Jalan Tiga Negeri tertulis Langgar Al Ikhlas. Bangunan ini sudah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya. 

 

  1. Masjid Darussalam

 

Masjid Darussalam merupakan bangunan tua yang dibangun sekitar tahun 1900-an oleh para perantau masyarakat Banjar yang tinggal di Solo. Masjid yang berada di Jalan Gatot Subroto, Jayengan, Serengan ini memiliki gaya arsitektur yang unik, yaitu perpaduan Jawa dan Sumatera. 

 

Dahulu masjid tersebut didirikan oleh masyarakat Banjar yang sebagian besar berprofesi sebagai pedagang emas dan berlian. Ada tradisi unik saat bulan Ramadan, yaitu pembuatan bubur Samin atau bubur Banjar. 

 

Saat ini, Masjid Darussalam menjadi bagian wisata religi yang sering dikunjungi oleh warga dari berbagai daerah. Warga Banjar yang sekarang banyak menetap di Kampung Jayengan, Solo ini masih mempertahankan pembuatan dan pembagian bubur Samin. Mereka sering memasak hingga ribuan porsi untuk dibagikan ke masyarakat dan jamaah masjid untuk menu berbuka puasa. Rasanya yang enak dan gurih, membuat warga sekitar banyak yang menanti untuk mendapatkan bubur Samin, yang dibuat warga Banjar yang sudah menetap di Jayengan.  

 

  1. Masjid Sholihin

 

Masjid Sholihin merupakan masjid yang terletak di Jalan Gajah Mada No. 97, Punggawan, Solo. Lokasinya berada persis di perempatan, warga Solo sering menyebutnya perempatan Masjid Sholihin. 

 

Masjid Sholihin dibangun tahun 1954  oleh R.NgtT. Prawirodirdjo, yang sekaligus meresmikan penggunaan masjid usai pembangunan selesai. Salah satu yang menarik, di dalam areal masjid terdapat prasasti Hanacaraka dan Bahasa Jawa serta terjemaham dalam Bahasa Indonesia terkait pewakafan masjid tersebut. 

 

Tak kalah menariknya, gaya arsitektur atap bangunannya model tajug tumpang tiga, yang memiliki nilai filosofi tertentu.  

 

  1. Masjid Tegalsari 

 

Masjid Tegalsari merupakan salah satu masjid tertua di Solo. Masjid tersebut sering disebut sebagai masjid ‘swasta’, karena dibangun dengan biaya pribadi seorang dermawan yang saleh, yaitu KH Ahmad Shofawi. Beliau dulu dikenal sebagai saudagar batik yang kaya pada masa itu. 

 

Masjid terletak di Jalan Dr. Wahidin, Kampung Tegalsari, Kecamatan Laweyan ini, berdiri di atas tanah seluas 2.000 meter persegi. Masjid ini dibangun mulai tahun 1928 dan rampung pada akhir 1929. Saat ini, masjid tersebut menjadi pusat aktivitas Pesantren Moderen Ta’mirul Islam di Laweyan, Solo. Arsitek bangunan Masjid Tegalsari dikerjakan sendiri oleh menantu KH Ahmad Shofawi, yang bernama Prof. KH Raden Muhammad Adrian. 

 

  1. Masjid Al Hikmah 

 

Masjid Al Hikmah yang berdiri di Jalan Gatot Subroto, Kratonan, Serengan, Solo ini merupakan simbol kerukunan umat beragama di Kota Solo. Sebab, persis di sisi selatan bangunan masjid tersebut berdiri Gereja Kristen Jawa (GKJ) Joyodiningrat. Kedua bangunan itu hanya dipisahkan tembok pembatas dan berdiri berdampingan hingga saat ini. 

 

Masjid Al Hikmah sudah berdiri sejak tahun 1947. Setiap perayaan agama, kedua tempat ibadah tersebut saling menghargai dan menghormati satu sama lain. Bahkan umat kedua tempat ibadah itu saling berkontribusi dalam pengamanan dan penjagaan perayaan keagamaan baik Islam mapun Kristen. 

 

Memang tidak banyak daerah yang memiliki bangunan masjid dan gereja yang berdampingan. Lokasi kedua tempat ibadah itu, Masjid Al Hikmah dan GKJ Joyodiningrat kerap dikunjungi warga dari berbagai daerah yang ingin menyaksikan langsung kerukunan umat beragama yang sudah terbangun lama di Kota Solo. 

 

  1. Masjid Al Fatih Kepatihan

 

Masjid Al Fatih Kepatihan berada di Jalan Pamedan, Kepatihan, Solo. Letaknya di sisi selatan Kantor Kejaksaan Negeri Surakarta. 

 

Masjid tua ini didirikan tahun 1312 H/1891 M, sebagaimana tertulis dalam bentuk ukiran angka Arab 1312 H, yang terletak di atas pintu utama masjid. Masjid ini dibangun oleh Kanjeng Raden Adipati Sosrodiningrat IV, Pepatih Dalem, atas perintah Pakubuwono IX. 

 

Konon, pembangunan masjid ini sebagai mahar lamaran PB IX kepada seorang putri yang kemudian menjadi salah satu istrinya.

 

Sejak didirikan, masjid ini berada di bawah pengelolaan Keraton Surakarta, akan tetapi pada masa pasca kemerdekaan, pengelolaan berada di Departemen Agama. 

 

Semula bangunan masjid tersebut hanyalah satu ruangan saja, yang sekarang menjadi ruang sholat utama. Di dalam ruang sholat utama terdapat empat saka guru dan diperkuat oleh delapan saka rawa dari kayu jati. Di kanan kiri mihrab masjid Al Fatih terdapat jendela yang besar dengan kusen dan daun jendela terbuat dari kayu jati dengan penambahan terali besi.

 

Mimbar terbuat dari kayu berukir yang diletakkan di dekat jendela sebelah utara berdekatan dengan pintu menuju pawestren. Ukiran pada mimbar tersebut berbentuk buah srikaya. Serambi masjid sebagai ruang terbuka dinaungi atap berbentuk limasan. 

 

Nah, cukup menarik ya mengikuti sejarah perkembangan Islam di Solo yang dapat diketahui dari berbagai bangunan masjid yang berdiri di Solo. Bagi kalian yang berkunjung ke Solo, sempatkan agenda wisata religi kalian untuk mengunjungi berbagai masjid yang unik dan bernilai sejarah. Jangan lupa abadikan momen serumu saat berwisata religi dengan mengunggah foto-foto kerenmu saat mengunjungi masjid-masjid tua dan bersejarah

Agnia Primasasti
[yarpp]
Pemerintah Kota Surakarta

DISKOMINFO SP

Kompleks Balai Kota Surakarta

Jl. Jend. Sudirman No.2, Kota Surakarta, Jawa Tengah
Kode Pos 57133
(0271) 2931667

Site Statistics

Visits today

21

Visitors today

17

Visits total

425,596

Visitors total

330,820

©️ 2022 Dinas Komunikasi, Informatika, Statistik dan Persandian Kota Surakarta