Pemerintah Kota Surakarta
Mengenang Tugu Kebangkitan Nasional di Penumping yang Dibangun Di Bawah Tekanan Keras. Pemerintah Kolonial Belanda Pernah Akan Membongkarnya
  May 20, 2023 10:15

Setiap memperingati Hari Kebangkitan Nasional tanggal 20 Mei, tugu ini kembali menjadi perhatian warga. Tugu Kebangkitan Nasional atau Tugu Lilin yang berada di wilayah Penumping, Kecamatan Laweyan, Solo ini, seolah menjadi simbol penting dari pergerakan nasional di Indonesia. Kebangkitan Nasional adalah semangat yang penuh perjuangan, begitu pula dengan kisah dibalik pembangunan Tugu Kebangkitan Nasional ini yang menyisakan begitu banyak kisah perjuangan.

 

Tugu Lilin atau Tugu Kebangkitan Nasional didirikan guna mengenang 25 tahun berdirinya Boedi Oetomo (20 Mei 1908 – 20 Mei 1933). Gagasan mendirikan tugu tersebut dilontarkan oleh perwakilan Solo yang hadir pada Kongres Indonesia Raya I pada tahun 1931 di Surabaya.

 

Ide yang berani tersebut muncul dari perwakilan Solo yang merasa perlu Indonesia memiliki tetenger atau simbol yang menyiratkan kesadaran rakyat Indonesia untuk bangkit rasa nasionalsime dan jiwa kebangsaaannya. Tentu usulan tersebut tidak begitu saja berjalan mulus. Butuh nyali dan keberanian yang besar, sebab saat itu Indonesia masih berada dalam tekanan situasi sosial dan politik di bawah pengaruh Pemerintah Kolonial Belanda.

 

Bukannya surut, namun usulan itu terus bergulir dan semakin dimatangkan untuk diwujudkan. Konsep yang ditawarkan diseriusi dengan merinci arti atau makna tugu peringatan itu bila dibangun kelak. Konsep yang disodorkan Ir. Soetedjo berupa tugu lilin menggambarkan kekuatan dan lilin diartikan sebagai penerang.

 

Setelah semua sepakat untuk membangun tugu peringatan kebangkitan nasional, maka mulai dicari kota mana yang bersedia menjadi tempat pembangunan tugu tersebut. Beberapa kota sempat dibidik sebagai lokasi pembangunan, seperti di Batavia (Jakarta). Surabaya dan Semarang. Namun karena satu dan lain hal, semuanya gagal dilaksanakan. Hingga akhirnya pilihan jatuh ke Kota Solo. Oleh para pengusung gagasan tersebut, konsep tersebut disampaikan ke Sinuhun PB X. Pada tahun 1933, Pakubuwono X memberikan izin dan disusul dengan peletakan batu pertama pada akhir 1933.

 

Seperti diduga sebelumnya, pembangunan tugu tersebut menemui kendala, lantaran Pemerintah Hindia Belanda tidak setuju. Sampai Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Bonifacius Cornelis de Jonge mengundang Pakubuwono X untuk membicarakan masalah itu.

 

Lika-liku mendirikan tugu tersebut memang cukup panjang. Setelah PB X mengizinkan menjadi kota tempat dibangunnya tugu itu, namun justru pihak Belanda melarangnya. Jelas saja melarang, karena Belanda tidak ingin tugu itu justru menjadi pengobar semangat rakyat untuk bangkit dan merdeka. Alasan politis tersebutlah yang menyebabkan Belanda ingin mengurungkan pembangunan tugu tersebut.

 

Namun setelah Pakubuwono X membantu lobi dengan pemerintah Hindia Belanda, akhirnya tugu tersebut bisa dibangun dan selesai dibangun pada 1934 dengan nama ‘Toegoe Peringatan Pergerakan Kebangsaan 1908-1933’. Dengan nama tersebut, Pemerintah Hindia Belanda lagi-lagi kembali menolak dan meminta nama diganti ‘Toegoe Peringatan Kemadjoean Ra’jat 1908-1933’. Jika tidak diganti, Pemerintah Hindia Belanda mengancam akan membongkar tugu tersebut. Pada perkembangan zaman, akhirnya tugu itu memiliki nama resmi Tugu Kebangkitan Nasional.

 

Tugu ini sebagai saksi, kesadaran untuk menyatukan diri dari berbagai suku bangsa, agar menjadi Indonesia yang kuat. Bentuk kesadaran tersebut dinyatakan dari dikumpulkannya gumpalan tanah dari berbagai penjuru nusantara untuk diletakkan di bawah tugu tersebut.

 

Pada masa itu, dalam rangka memperingati 25 tahun berdirinya Boedi Oetomo, perkumpulan Boedi Oetomo melalui Pemufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPKI) menggagas membangun sebuah monumen. Ir. Soetedjo mencoba menawarkan konsep atau rancangan berupa Tugu Lilin yang dianggap sebagai penerang dalam memenuhi cita-cita kebangsaan yaitu tercapainya kemerdekaan Indonesia.

 

Anggota PPKI yang tersebar di seluruh Indonesia sepakat mengumpulkan tanah dan air dari masing-masing daerah untuk ditanam bersamaan dengan pembangunan Tugu Lilin tersebut. Tanah dan air yang dibawa dari berbagai daerah di nusantara sebagai simbol, Indonesia memiliki wilayah yang luas dan kekayaan sumber alam, semuanya bisa disatukan dalam rasa kebersamaan untuk cita-cita bangsa.

 

Gumpalan tanah dan air yang sudah dibawa, kemudian dikubur di pelataran lokasi pembangunan Tugu Lilin. Titik lubang tempat mengubur bongkahan tanah dan air adalah sebagai penanda peletakan batu pertama pembangunan Tugu Lilin. Penguburan tanah dan air senusantara semuanya dilakukan secara diam-diam, karena di bawah tekanan Pemerintah Hindia Belanda yang tidak setuju dengan pembangunan tersebut.

 

Kini tugu tersebut tetap berdiri kokoh. Bahkan Tugu Lilin ini dijadikan bagian dari Lambang Daerah Pemerintah Kota (Pemkot) Surakarta hingga saat ini. Memang perjuangan untuk membangun Tugu Kebangkitan Nasional di Penumping tidaklah mudah dan membutuhkan perjuangan panjang. Kita sebagai generasi penerus, harus mengerti dan menghargai para pendahulu yang sudah berjuang untuk keutuhan Indonesia. Mari jaga persatuan, kerukunan dan kedamaian di bumi Indonesia melalui momentum Hari Kebangkitan Nasional yang diperingati setiap tanggal 20 Mei.

Agnia Primasasti
[yarpp]
Pemerintah Kota Surakarta

DISKOMINFO SP

Kompleks Balai Kota Surakarta

Jl. Jend. Sudirman No.2, Kota Surakarta, Jawa Tengah
Kode Pos 57133
(0271) 2931667

Site Statistics

Visits today

20

Visitors today

15

Visits total

425,221

Visitors total

330,603

©️ 2022 Dinas Komunikasi, Informatika, Statistik dan Persandian Kota Surakarta